Sejarah Minangkabau - Fakta dan Logika
Berikut ini adalah
kata sambutan salah seorang proklamator Indonesia Mohammad Hatta dalam
buku Sejarah Minangkabau yang merupakan buku sejarah pertama mengenai
Minangkabau:
“Sampai saat ini belum ada buku yang
menguraikan sejarah Minangkabau yang benar-benar merupakan buku sejarah.
Yang ada ialah buku lukisan sepotong-potong. Ada pula diantaranya yang
tidak membedakan yang benar dan yang dibuat-buat (Wahrheit und
Dichtung). Sebab itu dapat dipuji keberanian lima orang muda sarjana
sejarah untuk merintis kearah melukiskan sejarah Minangkabau. Mereka
sendiri cukup insaf bahwa yang mereka sajikan masih berupa kerangka dan
jauh daripada selesai. Mereka merupakan “satu pasukan” kecil perintis
jalan dengan mengharapkan supaya tenaga-tenaga sejarah baru akan
meneruskan dengan memperbaiki apa yang salah dan menambahkan apa yang
kurang dengan bahan sejarah baru yang sekarang masih terpendam didalam
buku Ibu Pertiwi.
Sudah terang bahwa yang mereka paparkan dalam buku ini akan ditinjau dan diuji secara kritis oleh sarjana lainnya. Tiap-tiap tinjauan kritis hendaklah menggerakkan niat dan usaha menggali lebih dalam dan mengumpulkan bahan sejarah lebih luas. Dengan jalan trial and error dan bantu membantu dalam pekerjaan, kebenaran sejarah akan bertambah banyak dan kekhilafan dan dugaan yang tidak berdasar akan bertambah kurang.
Sejarah maksudnya bukanlah menuliskan selengkap-lengkapnya fakta-fakta yang terjadi dimasa lalu, yang tidak mungkin terkerjakan oleh manusia. Tujuan sejarah ialah seperti yang dikemukakan oleh almarhum Prof. Dr. Huizinga dalam bukunya Cultuur Historische Verkenningen ialah memberi bentuk kepada masa yang lalu, supaya roman masa yang lalu itu jelas tergambar dimuka kita. Tiap-tiap yang terjadi ada sebabnya dan kemudian ada pula akibatnya. Rangkaian sebab dan akibat itu hendaklah terlukis pula gambaran sejarah yang dikupas itu.
Kesulitan yang dihadapi oleh ahli-ahli sejarah untuk menyusun perkembangan sejarah, dibagian manapun juga dalam wilayah Republik Indonesia, tidak sedikit. Bangsa Indonesia dimasa dahulu tidak biasa menuliskan fakta-fakta yang terjadi. Hanya beberapa tamasya dan kejadian yang dianggap penting saja yang dituliskan pada daun-daun lontar atau sebilah kulit kayu yang diiris tipis atau direkam pada batu sebagai peringatan. Banyak sudah dari peninggalan kabar orang dahulu itu yang ditemukan kembali, tetapi masih banyak pula yang belum, masih terpendam dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Mudah-mudahan kerja yang dimulai oleh lima sarjana sejarah ini, yang menggambarkan diri mereka dengan pepatah-petitih Minangkabau “umur baru setahun jagung, darah baru setampuk pinang” dapat mendorong pemuda-pemuda angkatan sekarang menggali sejarah dan mempertinggi kebudayan bangsa Indonesia. Mereka mengerjakan penelitian adalah suatu bagian penting dalam tujuan menuntut ilmu, ilmu manapun juga yang dituntut. Sebab ilmu pada umumnya tersusun dalam dua lapis yaitu: Fakta dan Logika.”
Jakarta, 27 April 1970
Mohammad Hatta
Sudah terang bahwa yang mereka paparkan dalam buku ini akan ditinjau dan diuji secara kritis oleh sarjana lainnya. Tiap-tiap tinjauan kritis hendaklah menggerakkan niat dan usaha menggali lebih dalam dan mengumpulkan bahan sejarah lebih luas. Dengan jalan trial and error dan bantu membantu dalam pekerjaan, kebenaran sejarah akan bertambah banyak dan kekhilafan dan dugaan yang tidak berdasar akan bertambah kurang.
Sejarah maksudnya bukanlah menuliskan selengkap-lengkapnya fakta-fakta yang terjadi dimasa lalu, yang tidak mungkin terkerjakan oleh manusia. Tujuan sejarah ialah seperti yang dikemukakan oleh almarhum Prof. Dr. Huizinga dalam bukunya Cultuur Historische Verkenningen ialah memberi bentuk kepada masa yang lalu, supaya roman masa yang lalu itu jelas tergambar dimuka kita. Tiap-tiap yang terjadi ada sebabnya dan kemudian ada pula akibatnya. Rangkaian sebab dan akibat itu hendaklah terlukis pula gambaran sejarah yang dikupas itu.
Kesulitan yang dihadapi oleh ahli-ahli sejarah untuk menyusun perkembangan sejarah, dibagian manapun juga dalam wilayah Republik Indonesia, tidak sedikit. Bangsa Indonesia dimasa dahulu tidak biasa menuliskan fakta-fakta yang terjadi. Hanya beberapa tamasya dan kejadian yang dianggap penting saja yang dituliskan pada daun-daun lontar atau sebilah kulit kayu yang diiris tipis atau direkam pada batu sebagai peringatan. Banyak sudah dari peninggalan kabar orang dahulu itu yang ditemukan kembali, tetapi masih banyak pula yang belum, masih terpendam dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Mudah-mudahan kerja yang dimulai oleh lima sarjana sejarah ini, yang menggambarkan diri mereka dengan pepatah-petitih Minangkabau “umur baru setahun jagung, darah baru setampuk pinang” dapat mendorong pemuda-pemuda angkatan sekarang menggali sejarah dan mempertinggi kebudayan bangsa Indonesia. Mereka mengerjakan penelitian adalah suatu bagian penting dalam tujuan menuntut ilmu, ilmu manapun juga yang dituntut. Sebab ilmu pada umumnya tersusun dalam dua lapis yaitu: Fakta dan Logika.”
Jakarta, 27 April 1970
Mohammad Hatta